Saturday, March 17, 2012

Letter Of Semi Block Style and Block Style

Nama : Yanson Bastian

NPM : 11208407

Kelas : 4EA11

Royal Typewriter Corporation

135 Ribbon Street

Indiana Polis, Indiana 34087

Your ref : TL/TT/2B 23 March 2012

Our ref : BL/LB/12

Mr.Allan Mc. Donald

Purhase Manager

Maphilindo Office Equipment Inc

12 Fifth Boulevard

Newyork, NY 12098

Dear Mr. Allan

Purchase Order No. 234 DC. We are pleased to advice you of dispatch of your order No. 234 DC, which collected this morning for transport by Holland National Freight.

The bill, insurance certificate and invoice for freight charge and insurance are enclosed.We look forward to receiving your next order in future.

Yours Sincerely,

Richard T. Jackson

Sales Manager

Semi block style

Bridgestone International Corporation

17 International Boulevard

New York, NY 12007

Your Ref : LA/LL/2 23 July 2012

Our Ref : GT/SB/16

Mr. William reed

Purchasing Manager

Jln. Mahkota Raya 261

Jakarta 12001

Indonesia

Dear Mr. William

Thank you for your letter of 15 july, inquiring about our latest catalogue, price-list, and term of payment.

We have pleasure in enclosing our latest catalogue, price-list, and term of payment together with samples of your promotional gift.

We hope you will find our price and term satisfactory and look forward to receiving your trial order.

Yours Sincerely,

Richard T. Mann

Marketing Manager

Block style

Sunday, September 11, 2011

Ebay Tips For Buyers & Sellers

As a buyer you are trying to find bargains i.e listings with the best price (Buy It Now Items) or listings with the fewest bids (Auction Items). Generally these listing are the ones that get the least amount of visitors, and most of the time it is because of missing keywords (Product Serial, Manufacture Name…etc) in the title field. Thus, the key is finding listings that contain misspelled keywords or listings that are missing important keywords in the title field. Since the default eBay Search box only searches the title field, you can often increase your chances on finding deals by checking the “Search title and description” check box. High Converting Landing Pages! And Its Free Today For Details Visit http://www.ConversionLandingPages.com The next thing you will need to know is the “Art Of Gaging An Item Price on eBay”. A nifty way to find the going price for an item is by looking at the endehttp://www.blogger.com/img/blank.gifd listings. To search for ended listings, simply click “Advanced Search” link found uhttp://www.blogger.com/img/blank.gifnder the upper right hand search box. And then check the “Completed listings only” check box before beginning the search. Always “Find Reserved Price Auctions”. You will be amazed at how many people just don’t bother bidding when they see the reserve price tag, most of times the reserve price is less then 10% of the item going rate which means huge savings. Remember however to place your bid in the last 10 seconds. A nifty way to save cash on items is by offering sellers an end bid early option. The key here is that you will have to find recently listed item (less then 100 views) and from sellers with fewer than 50 feedbacks. Try to keep your initial offer to no lower then 10% of the regular eBay price (See Gaging Item Price).

Sunday, June 13, 2010

KEBEBASAN HAKIM DALAM SISTEM PENEGAKAN HUKUM

Kebebasan Hakim yang didasarkan pada kemandirian Kekuasaan

Kehakiman di Indonesia dijamin dalam Konstjtusi Indonesia yaitu Undang-undang

Dasar 1945, yang selanjutnya di implementasikan dalam Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana

diubah dengan Undang-Undang Nomor : 35 Tahun 1999. Independensi diartikan

sebagai bebas dari pengaruh eksekutif maupun segala Kekuasaan Negara

lainnya dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang

dari pihak-pihak extra judisiil, kecuali dalam hal-hal yang diizinkan oleh Undang-

Undang. Demjkian juga meliputi kebebasan dari pengaruh -pengaruh internal

judisiil didalam menjatuhkan putusan. Dalam melakukan kekuasaan kehakiman

dikenal adanya 4 (empat) lingkungan peradilan yaitu :

1. Peradilan Umum

2. Peradilan Agama

3. Peradilan Militer

4. Peradilan Tata Usaha Negara

(Vide Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945)

Salah satu pasal dahulu dalam Undang-Undang tentang Pokok-

Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970 tersebut yang dapat

mengganggu independensi badan-badan pengadilan, yaitu Pasal 11 yang

menentukan secara organisatoris, administratif dan finansiil badan-badan

1

Makalah disampaikan dalam Seminar Huk um Nasional VIII yang diselenggarak an oleh Badan

Pembinaan Hukum Nasional di Denpasar pada tanggal 14 -18 Juli 2003.

peradilan berada dibawah Departemen yang terkait (eksekutif), sedangkan dilain

pihak Pasal 10 menentukan bahwa peradilan tertinggi adalah Mahkamah Agung

Yang melakukan pengawasan maupun kasasi dan peninjauan kembali terhadap

putusan-putusan badan peradilan tersebut.

Dengan perkataan lain, ada dualisme pembinaan hakim yaitu

pembinaan teknis oleh Mahkamah Agung dan pembinaan administratif oleh

Departemen (eksekutif) yang bersangkutan.

Keadaan inilah yangl lazim disebut dengan adanya sistem dua atap

dalam badan-badan peradilan, yang akan segera diakhiri dengan penerapan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Undang-Undang ini merupakan

implementasi dari Ketetapan MPR Nomor X Tahun 1998 yang berkaitan dengan

pemisahan yang tegas antara fungsi-fungsi judikatif dan eksekutif.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999

tersebut, maka peralihan kewenangan Departemen (eksekutif) terhadap badan-

badan peradilan sehingga menjadi dibawah satu atap di Mahkamah Agung

dilaksanakan secara bertahap dalam tempo 5 tahun sejak Undang-Undang

tersebut diundangkan, yang berarti antara tahun 1999 s/d tahun 2004.

Sehjngga dengan demikian sudah tidak akan ada lagi dualisme

dalam pembinaan badan-badan peradilan, melainkan akan menjadi satu

pembinaan dibawah kewenangan Mahkamah Agung, baik meliputi pembinaan

teknis maupun administratlif, organisatoris dan finansiil.

Oleh karenanya salah satu aspek dari Legal Reform di Indonesia

dalam kaitannya dengan independensi Kekuasaan Kehakiman adalah antara lain

pengalihan atau transfer kewenangan dari eksekutif (dalam hal ini Departemen

Kehakiman dan HAM serta departemen-departemen lain yang terkait kepada

Mahkamah Agung sebagai puncak dalam Kekuasaan Kehakiman.

Dengan diadakannya revisi atau amandemen dalam waktu dekat

terhadap berbagai perundang-undangan yang berkaitan dengan badan peradilan,

yaitu antara lain :

- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan

Kehakiman

- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara

- Dan lain-lain

Apakah memang benar bahwa Kekuasaan Kehakiman itu mandiri

atau independen dalam arti sebebas-bebasnya, Independensi Kekuasaan

Kehakiman atau badan-badan kehakiman / peradilan merupakan salah satu dasar

untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis dibawah

Rule of Law

sebagaimana pemikiran mengenai Negara Hukum modern yang pernah di

cetuskan dalam konferensi oleh International Commission of Jurists di Bangkok

pada tahun 1965.

Dalam pertemuan konferensi tersebut ditekankan pemahaman

tentang apa yang disebut sebagai

"the dynamic aspects of the Rule of Law in the

modern age"

(aspek-aspek dinamika Rule of Law dalam abad modern). Dikatakan

bahwa ada 6 (enam) syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang

demokratis dibawah Rule of Law, yaitu :

1. Perlindungan Konstitusjonal

2. Peradilan atau badan-badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak

3. Pemilihan Umum yang bebas

4. Kebebasan menyatakan pendapat

5. Kebebasan berserikat / berorganisasi dan beroposisi

6. Pendidikan kewarganegaraan

Dari syarat-syarat tersebut jelaslah bahwa independensi Kekuasaan Kehakiman

merupakan salah satu pilar yang pokok, yang apabila komponen tersebut tidak

ada maka kita tidak bisa berbicara lagi tentang Negara Hukum.

Selain ketentuan konstitusi di negara kita yaitu Pasal 24 Undang-

Undang Dasar 1945 dengan segala implementasinya tersebut diatas, arti

pentingnya independensi badan-badan peradilan dan Kekuasan Kehakiman

tersebut secara universal telah diterima dan ditekankan dalam berbagai instrumen

hukum internasional, yaitu antara lain dalam :

1. Universal Declaration of Human Rights Pasal10

2. International Covenant of Civil and Political Rights Pasal14

3. Vienna Declaration and Programme for Action tahun 1993 paragraf 27

4. International Bar Association Code of Minimum Standards of Judicial

Independence tahun 1982 di New Delhi

5. Universal Declaration on the Independence tahun 1983 di Montreal,

Canada

6. Beijing Statement of Principles of the Independence of Judiciary in the Law

Asia Region tahun 1995

Demikianlah jelas bahwa secara nasional maupun internasional atau universal,

independensi badan-badan peradilan dijamin.

Menjadi pertanyaan bagi kita sekarang apakah hakekat

independensi Kekuasaan Kehakiman itu memang harus mandiri dan merdeka

dalam arti sebebas-bebasnya tanpa ada batasnya secara absolut? Menurut

hemat saya tidak demikian, sebab tidak ada kekuasaan atau kewenangan di

dunia ini yang tidak tak-terbatas, atau tanpa batas, kecuali kekuasaan Tuhan

Yang Maha Kuasa di dunia ini maupun di akhirat. Kekuasaan Kehakiman, yang

dikatakan independensi atau mandiri itu pada hakekatnya diikat dan dibatasi oleh

rambu-rambu tertentu, sehingga dalam konferensi International Commission of

Jurists dikatakan bahwa :

"Independence does not mean that the judge is entitled to act in an arbitrary

manner”.

Batasan atau rambu-rambu yang harus diingat dan diperhatikan

dalam implementasi kebebasan itu adalah terutama aturan-aturan hukum itu

sendiri. Ketentuan-ketentuan hukum, baik segi prosedural maupun substansial /

materiil, itu sendiri sudah merupakan batasan bagi Kekuasaan “Kehakiman agar

dalam melakukan independensinya tidak melanggar hukum, dan bertindak

sewenang-wenang. Hakim adalah

"subordinated”

pada Hukum dan tidak dapat

bertindak

"contra legem"

.

Selanjutnya, harus disadari bahwa kebebasan dan independensi tersebut diikat

pula dengan pertanggungan-jawab atau akuntabilitas, yang kedua-duanya itu,

independensi dan akuntabilitas pada dasarnya merupakan kedua sisi koin mata

uang saling melekat. Tidak ada kebebasan mutlak tanpa tanggung jawab. Dengan

perkataan lain dapat dipahami bahwa dalam konteks kebebasan hakim

(independency of judiciary) haruslah diimbangi dengan pasangannya yaitu

akuntabilitas peradilan (Judicial accountability). Dalam memasuki era globalisalsi

sekarang ini, menjadi kewajiban bagi kita semua yang bergerak di pemerintahan

dan penegakan hukum, baik kalangan teoritisi / akademisi maupun praktisi untuk

mengkaji secara serius dan mendalam mengenai pengertian "judicial

accountability" tersebut sebagai pasangan dari “independency of judiciary".

Bentuk tanggung jawab ada dan bisa dalam mekanisme yang berbagai macam,

dan salah satu yang perlu disadari adalah "

social accountability

” (pertanggungan

jawab pada masyarakat), karena pada dasarnya tugas badan-badan kehakiman

atau peradilan adalah melaksanakan public service di bidang memberikan

keadilan bagi masyarakat pencari keadilan. Secara teoritis, di samping social atau

public accountability tersebut dikenal pula : political accountability / legal

accountability of state, dan personal accountability of the judge.

Sisi lain dari rambu-rambu akuntabilitas tersebut adalah adanya

integritas dan sjfat transparansi dalam penyelenggaraan dan proses memberikan

keadilan tersebut, hal mana harus diwujudkan dalam bentuk publikasi putusan-

putusan badan pengadilan serta akses publik yang lebih mudah untuk mengetahui

dan membahas putusan-putusan badan pengadilan yang telah berkekuatan

hukum tetap. Sehingga karenanya putusan-putusan tersebut dapat menjadi obyek

kajian hukum dalam komunitas hukum.

Adalah suatu langkah reformasi juga dibidang peradilan, manakala

dikembangkan wacana perlunya publiikasi pendapat yang berbeda (

publication of

dissenting opinion

) diantara hakim-hakim didalam proses pemutusan perkara jika

tidak terdapat kesepakatan yang bulat diantara mereka. Pada hakekatnya justru

melalui mekanisme "

publication of dissenting opinion

" itulah independensi hakim

sebagai penegak hukum dijamin dalam menyampaikan dan mempertahankan

argumentasi yuridisnya masing-masing pada waktu musyawarah putusan. Contoh

dari sudah diterimanya asas ini dalam perundang-undangan kita adalah dalam

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan telah

dipraktekkan pula di P engadilan Niaga dalam perkara-perkara kepailitan.

Konsekuensi lebih lanjut dari adanya akuntabilitas tersebut diatas,

adalah adanya pengawasan atau kontrol terhadap kinerja badan-badan peradilan

baik mengenai jalannya peradilan maupun termasuk perilaku para aparatnya,

agar kemandirian dan kebebasan Kekuasaan Kehakiman tidak disalah gunakan

sehingga dikawatirkan dapat menjadi

" tirani Kekuasaan Kehakiman ".

Banyak

bentuk dan mekanisme pengawasan yang dapat dipikirkan dan dilaksanakan,

dan salah satu bentuk adalah kontrol atau pengawasan melalui mass-media

termasuk pers. Jadi dengan demikian, aspek akuntabilitas, integritas dan aspek

transparansi, maupun aspek pengawasan merupakan 4 (empat) rambu-rambu

yang menjadi pelengkap dari diakuinya kebebasan dan independiensi Kekuasaan

Kehakiman.

Dengan demikian kebebasan Hakim yang merupakan personifikasi

dari kemandirian kekuasaan Kehakiman, tidaklah berada dalam ruang hampa

tetapi ia dibatasi oleh rambu-rambu berikut :

- Akuntabilitas

- Integritas moral dan etika

- Transparansi

- Pengawasan (kontrol)

Dalam hubungan dengan tugasnya sebagai hakim, maka independensi Hakim

masih harus dilengkapi lagi dengan sikap impartialitas dan profesionalisme dalam

bidangnya. Oleh karenanya kebebasan Hakim sebagai penegak hukum haruslah

dikaitkan dengan :

- Akuntabiltas

- Integritas moral dan etika

- Transparansi

- Pengawasan (kontrol)

- Profesionalisme dan impartialitas

Tetapi sebaliknya, independensi Kekuasaan Kehakiman itu juga

mengandung makna perlindungan pula bagi Hakim sebagai penegak hukum

untuk bebas dari pengaruh-pengaruh dan direktiva yang dapat berasal dari antara

lain :

a. Lembaga-Iembaga di luar badan-badan peradilan, baik eksekutif mapun

legislatif, dan lain-Iain

b. Lembaga-Iembaga internal didalam jajaran Kekuasaan Kehakiman sendiri

c. Pengaruh-pengaruh pihak yang berperkara

d. Pengaruh tekanan-tekanan masyarakat, baik nasional maupun

internasional

e. Pengaruh-pengaruh yang bersifat

"trial by the press"

Lazimnya perlindungan-perlindungan tersebut dikaitkan dengan larangan untuk

melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat "

Contempt of Court'

atau

pelecehan / penghinaan terhadap peradilan.

Dalam kaitan dengan peranan dan fungsi pers ini, haruslah kita

pahami bahwa memang dalam penegakan Negara Hukum dibutuhkan adanya

pilar atau komponen pers yang bebas tetapi yang juga harus berada dalam

rambu-rambu akuntabilitas dan transparansi. Seperti halnya Kekuasaan

Kehakiman yang independen, pers juga harus dilindungi terhadap segala macam

pengaruh yang dapat mengkerdil-kan fungsi pers itu sendiri, sehingga

menghalangi kebebasan menyatakan pendapat. Peranan dan fungsi pers sebagai

salah satu lembaga kontrol atau pengawasan merupakan sarana yang strategis

didalam proses mewujudkan Negara Hukum, sebab melalui kekuatannya pers

dapat dan mampu meningkatkan kepedulian masyarakat sehingga

"social control”

dapat terlaksana dengan baik.

Bahkan dapat dikatakan bahwa secara langsung pers mempunyai

peranan yang besar dan berpengaruh terhadap implementasi dari independensi

Kekuasaan Kehakiman. Melalui pemberitaan pers-Iah masyarakat memperoleh

informasi apakah jalannya proses peradilan telah dilaksanakan sebaik-baiknya

dan sebagaimana seharusnya. Oleh karena itu, kebebasan pers itu membawa

implikasi sebagai lembaga kontrol tapi juga sekaligus sebagai lembaga yang

memberi informasi secara benar, akurat dan tidak berpihak pada masyarakat

tentang kinerja badan-badan peradilan. Batasan atau rambu-rambu yang harus

diperhatikan adalah bahwa pemberitaan-pemberitaan pers haruslah bersifat

informatif dan sekalipun mengandung analitis, haruslah dihindari pemberitaan

yang sudah bersifat dan mengarah kepada

"trial by the press"

. Dengan demikian

maka dialektika dan interaksi antara Kekuasaan Kehakiman dan dunia pers

menjadi kinerja yang saling menghargai satu sama lain melalui peningkatan

integritas dan profesionalitas aparatur masing-masing, baik jajaran aparat

Kekuasaan Kehakiman sendiri maupun insan pers dalam memberikan

pemberitaan yang bertanggung jawab dari pers itu sendiri.

Memang dari pemberitaan-pemberitaan dalam pers maupun dalam

kenyataan praktek di Iapangan menunjukan bahwa kebebasan Hakim sebagai

penegak hukum masih sering disimpangi, halmana disebabkan oleh pengaruh

pengaruh yang disebutkan diatas dan juga oleh karena kelemahan pribadi sang

Hakim sendiri yang tidak dapat bersikap tegar terhadap pengaruh-pengaruh

tersebut atas dirinya. Maka dalam hal demikian, fungsi pengawasan terhadap

tugas dan kinerja Hakim yang harus bekerja secara efektif, konsisten dan tegas.

Pengawasan tersebut dapat bersifat internal maupun eksternal, yang preventif

maupun represif, yang harus dioptimalkan dan diberdayakan. Harapan ditujukan

pada pembentukan Komisi Yudisial yang dalam konstitusi (Pasal 24 B Undang-

Undang Dasar 1945) telah ditentukan bahwa Komisi Yudisial ini bersifat mandiri.

Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, dan

mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakan kehormatan,

keluhuran martabat, serta perilaku hakim.

Bahagian yang terakhir inilah yang penting untuk menjaga agar

kebebasan Hakim sebagai penegak hukum benar-benar dapat diterapkan sesuai

dengan idealisme dan hakekat kebebasan tersebut.

Denpasar 14 Juli,2003

Prof. Dr. Paulus Effendie Lotulung, SH

Sumber: makalah

Gunadarma university animation